CYBERGOGY VOKASI

Oleh: M.Syaom Barliana

Pada esai sebelumnya, telah disajikan analisis ringkas tentang Heutagogy, yang diletakkan pada konteks perubahan paradigma pendidikan, dari pedagogy, andragogy, dan heutagogy. Sekaitan dengan ini, ada satu lagi pendekatan yang relevan dengan dan seharusnya melengkapi heutagogy, yaitu cybergogy.

Seperti telah dijelaskan, heutagogy meletakkan titik berat pada kemandirian siswa untuk menemukan, memilah, memilih, dan menentukan sumber belajar, strategi, cara belajar, dan asesmen yang diinginkan, dengan bantuan teknologi digital. Targetnya, adalah pengembangan potensi diri menjadi individu yang memiliki kapabilitas dan self-efficacy, di tengah perubahan yang kian serba cepat.

Cybergogy, menempatkan teknologi digital, bukan hanya sebagai bantuan teknis belaka, tetapi sebagai suatu kerangka kerja untuk menciptakan pembelajaran online yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan sosial (Wang & Kang, 2006). Pada pendidikan vokasi, tentu saja aspek psikomotor pun harus menjadi dimensi yang utama.

Pertanyaannya, sudah sejauh mana para pendidik dalam bidang kejuruan, sudah merancang teknologi digital sebagai suatu cybergogy? Esai ini akan menyoroti situasi kini dan proyeksinya di masa depan.

Jelas bahwa situasi pandemi covid19, telah membawa disrupsi dalam situasi pembelajaran, jauh lebih cepat dari yang seharusnya. Covid19, telah memaksa penggunaan teknologi digital dan pembelajaran online jauh lebih cepat dari yang diperkirakan. Akibatnya, dunia pendidikan Indonesia tergagap, tergopoh-gopoh. Guru-guru, pada semua jenjang dan jenis pendidikan, pada semua level kepangkatan, pada semua golongan usia  dipaksa untuk menguasai teknologi pembelajaran daring. Tidak ada lagi toleransi untuk sikap apologia seperti gagap teknologi, alasan usia, dan alasan lainnya.

Namun demikian, adalah fakta, ada kekhawatiran tentang learning crisis, bahkan learning catasthropic, yang mengakibatkan lost generation. Suatu lapis generasi muda, yang tidak cukup memiliki pengetahuan, kompetensi teknologi, ketrampilan dan karakter untuk menghadapi kompetisi di masa depan. Learning crisis ini terjadi,  karena pembelajaran daring masih berada pada level teknis, sekedar penyampaian materi secara digital, dan  belum menjadi suatu cybergogy yang komprehensif. Kekhawatiran ini akan diuji dan dibuktikan pada beberapa tahun yang akan datang.

Jika hanya level teknis, bahkan google dan youtube, jauh lebih menarik bagi kalangan generasi muda, dibandingkan dengan presentasi yang disampaikan oleh guru. Padahal, hampir semua materi dan jawaban asesmen, sebagian besar sudah tersedia di kanal google, youtube, dan media lainnya. Berdasarkan data Digital Report 2021, yang dipublikasikan oleh Data Reportal pada bulan Februari 2021, diungkapkan  bahwa selama tahun 2020 rata rata masyarakat Indonesia mengakses internet dalam satu hari adalah 8 jam 52 menit, dengan jumlah telepon genggam sebesar  345,3 juta unit atau 126,6% dari total penduduk Indonesia. Selanjutnya, laporan itu juga menyebutkan google dan youtube menjadi website yang paling banyak di akses oleh masyarakat.

Tampaknya, dalam waktu yang tidak terlalu lama, situasi pandemi akan berubah menjadi endemi. Artinya, masyarakat harus hidup berdamai dan terbiasa dengan covid19, seperti juga masyarakat sudah lama hidup dengan flu, pilek, tbc, demam berdarah, dan lain-lain. Namun demikian, pembelajaran daring akan terus menjadi salah satu metode dan media pembelajaran yang efisien digunakan. Setidaknya, akan terjadi blended learning antara pembelajaran daring dan luring. Belajar dari isu kearning crisis tersebut di atas, pada pendidikan vokasi, pembelajaran luring, tetap akan menjadi suatu pendekatan pembelajaran yang utama.

Merujuk pada analisis tersebut, ada dua hal yang harus menjadi perhatian utama. Pertama, urgensi peningkatan kompetensi guru dalam penguasaan cybergogy secara komprehensif. Guru bukan saja harus mampu menyiapkan dan menyampaikan presentasi materi pembelajaran daring secara unik dan menarik, tetapi juga, harus mengkondisikan siswa dan bersama sama menciptakan lingkungan pembelajaran dengan empat kondisi motivasi (Braund, 2019; Wang & Kang, 2006; Carrier & Moud, 2003): (1). Menumbuhkan kompetensi siswa melalui pembelajaran yang efektif dan bermakna; (2) Membangun atmosfir pembelajaran belajar yang saling menghormati dan terkoneksi tidak hanya secara teknis jaringan inernet, tetapi terutama terhubung secara emosi  dan hati; (3) Memfasilitasi sikap positif terhadap pengalaman belajar melalui relevansi dan sentuhan pribadi; (4)  Merancang tugas dan asesmen pembelajaran yang menantang, dan konsisten dengan tujuan dan capaian pembelajaran yang diinginkan; (5) Mempertimbangkan variasi gaya belajar; (6) Memberikan umpan balik  yang berfokus pada kemajuan dan pencapaian individu.

Kedua, pembelajaran luring, yang mencakup pembelajaran praktik dan pengalaman langsung, tetap menjadi pendekatan utama dalam pembelajaran vokasi. Pembelajaran praktik di workshop, studio, laboratorium, lapangan nyata industrial, justru menjadi sangat krusial, di tengah kultur teknologi komputer, internet, media sosial, dan media hiburan online yang menggedor kesadaran serta aktivitas siswa.  Pendekatan experiental learning, dengan model model pembelajaran berbasis proyek, praktek kerja lapangan/praktek kerja industri, teaching factory, teaching industry, dan lain-lain, harus dikemas mengikuti kultur industrial dan sekaligus gaya belajar siswa masa depan.

Revolusi industri generasi keempat dan disrupsi teknologi,  membawa implikasi pada perubahan kian cepat pada dunia kerja. Semakin banyak jenis dan spesifikasi pekerjaan yang hilang, tetapi juga lebih banyak lagi jenis dan spesifikasi pekerjaan baru yang tumbuh. Bauran  pembelajaran daring dan luring,  kombinasi pendekatan pedagogy, heutagogy, dan cybergogy, serta komposisi pembelajaran teoritik dan praktik yang proporsional, seharusnya  menjadi jawaban bagi situasi disrupsi tersebut. Pada satu sisi, pembelajaran cybergogy yang efisien, diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis, berfikir pada tingkat tinggi, dan kemampuan adaptif. Di sisi lain, akan lebih banyak waktu untuk meningkatkan ketrampilan teknis dan teknologis vokasional, melalui pembelajaran berbasis pengalaman langsung.

Referensi:
Braund, A. (2019). Cybergogy for Engaged Learning: Cyberwhatty. Scholarship of Teaching Conference, 2018. CQUniversity. Available at: https: //www.researchgate.net
Carrier, S. I., & Moulds, L. D. (2003). Pedagogy, andragogy, and cybergogy: exploring bestpractice paradigm for online teaching and learning. Sloan-C 9th International Conference on Asynchronous Learning Networks (ALN), Orlando, USA PPT
Wang, M. J. & Kang, J. (2006). Cybergogy of engaged learning through information and communication technology: A framework for creating learner engagement. In D. Hung & M. S. Khine (Eds.), Engaged learning with emerging technologies. New York: Springer Publishing.

Prof. M.S. Barliana

Prof. M.S. Barliana

Prof. M.S Barliana, M.Pd., M.T. adalah profesor di Program Studi Pendidikan Teknik Arsitektur, FPTK UPI. Bidang keahliannya meliputi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Desain Arsitektur, Sejarah dan Teori Arsitektur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *