Stigma Kesetaraan Gender pada Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (2)

Stigma Masyarakat pada Pendidikan Kejuruan
Dengan adanya stigma yang masih melekat di masyarakat tentu saja memiliki dampak
bagi dunia pendidikan karena akan terjadi ketimpangan jumlah lulusan antara siswa
perempuan dan siswa laki-laki terlebih di SMK yang mengkhususkan jurusannya di satu
bidang saja sehingga dampaknya akan terjadi ketidakseimbangan gender siswa. Jika dilihat
dari sudut pandang siswa, stigma ini juga sangat merugikan.
Akibat dari adanya Stigma Gender ini adalah banyak siswa yang akan terkurung dan
tidak dapat mengembangkan bakatnya sesuai dengan minat yang ada. Mereka justru
mendapatkan kata-kata yang kurang mengenakan karena memilih jurusan dengan mayoritas
siswa dengan gender tertentu ataupun terpaksa memilih jurusan tidak sesuai dengan minatnya
demi menghindari stigma buruk dalam lingkungan masyarakat. Kasus ini bertentangan dengan
UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM Pasal 12 yang mana menyatakan bahwa “Setiap orang
berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan,
mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang
beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan
hak asasi manusia.”
Jika terus dibiarkan tentunya hal ini akan berdampak buruk bagi dunia pendidikan.
Akibatnya juga tidak boleh dianggap remeh, karena bisa menimbulkan berbagai masalah baru
seperti maraknya perundungan yang berhubungan dengan gender di lingkungan sekolah
khususnya pendidikan kejuruan. Dan masalah paling buruk yang dapat ditimbulkan dari
masalah ini adalah semakin banyaknya lulusan SMK yang kurang kompeten di bidangnya
karena menggeluti jurusan yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya.
Seseorang akan berkembang jika ia mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan
minatnya namun dengan adanya stigma ini para siswa akan merasa terbebani dengan stigma
tersebut, akhirnya mereka memilih jurusan yang menurut lingkungannya sesuai dengan
gendernya. Sehingga karena mereka tidak memilih jurusan yang mereka minati maka akan
menghasilkan lulusan nanggung atau lulusan yang kurang berkompeten. Masalah tersebut
mengakibatkan terjadinya kekurangan tenaga kerja. Dan disisi lain juga akan banyak lulusan
yang menganggur karena mereka merasa tidak ingin melanjutkan pekerjaan sesuai dengan
bidangnya dan juga beberapa penolakan kerja akibat kurangnya standar kompetensi siswa.
Solusi
Solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan Teori Equilibrium atau Teori
Keseimbangan dari sudut pandang sosiologis. Teori yang menitik beratkan pada keseimbangan
atau keharmonisan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan. Pada dasarnya laki-laki
dan perempuan harus bekerja sama dalam segala aspek kehidupan. Dan stigma tentang
jurusan SMK yang melekat di masyarakat harus dihilangkan, namun tidak jarang ada calon
siswa yang berubah pikiran ketika memilih jurusannya hanya untuk menghindari stigma yang

sudah ada pada masyarakat. Sedangkan jurusan yang dia pilih tidak sesuai dengan minat dan
bakatnya.
Masyarakat harus menyadari bahwa perlu ada keseimbangan antara laki-laki dan
perempuan. Tidak seharusnya malah memberikan pandangan negatif pada siswa atau calon
siswa yang akan memilih jurusannya. Dunia pendidikan merupakan kunci penting bagi
kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, jika stigma terhadap pendidikan kejuruan ini masih
tetap ada maka kemajuan bangsa akan terhambat. Maka stigma gender pada dunia pendidikan
harus dihilangkan, karena pendidikan adalah hak setiap warga negara baik itu laki-laki
maupun perempuan.
Kesimpulan
Kesetaraan gender harus ada di setiap aspek kehidupan, termasuk pada bidang
pendidikan. Karena pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa dan
pendidikan merupakan hak semua warga negara tanpa membeda-bedakan laki-laki dan
perempuan. Sangat tidak adil jika dalam pendidikan terdapat pendiskriminasian terhadap suatu
gender tertentu sehingga merugikan pihak tersebut dalam kesempatan untuk mendapatkan
ilmu pengetahuan sesuai minat dan bakatnya. Maka dari itu, sudah seharusnya stigma-stigma
tentang pendidikan ini dihilangkan agar tidak terjadi pendiskriminasian gender dan dapat
memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *