Masyarakat Baduy merupakan salah satu masyarakat adat etnis Sunda. Mereka saat taat pada adat istiadat leluhurnya. Mereka tidak boleh sekolah. Tidak boleh memafaatkan teknologi dan hidup sesuai dengan adat leluhurnya.
Saat ini populasi Baduy Dalam dan Baduy luar mencapai 26.000 orang, mendiami total tanah Ulayat Baduy seluas sekitar 5.100 Ha. Mereka termasuk masyarakat adat yang terus konsisten “menutup” diri dari dunia luar, dan tidak terpengaruh oleh perkembangan zaman.
Secara umum, etnis Baduy terbagi dalam tiga kelompok. Yaitu Tangtu, Panamping, dan Dangka.
Pertama, masyarakat Baduy Dalam atau tangtu, yaitu kelompok masyarakat Baduy yang paling ketat mengikuti adat istiadat. Baduy Dalam tak mengenal baca tulis, taat pada adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang yang hanya tuturan lisan saja. Mereka tinggal di tiga kampung : Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik.
Kedua, masyarakat Baduy Luar atau masyarakat panamping. Yaitu orang yang memutuskan untuk keluar dari Baduy Dalam. Ada beberapa alasan mengapa mereka keluar dari Baduy Dalam. Yaitu : mereka telah melanggar adat baduy dalam, secara sukarela berkeinginan untuk keluar dari baduy dalam, menikah dengan Baduy luar. Ciri baduy luar: mereka telah mengenal teknologi, misal untuk memasak, menggunakan peralatan rumah tangga modern, dan bertempat tinggal yang tersebar sekeliling wilayah Baduy Dalam, seperti kampung Cikadu, Kadukolot, Gajeboh.
Ketiga,masyarakat Baduy yang disebut Kanekes dangka. Yaitu masyarakat baduy luar yang tinggal di luar wilayah Kanekes, yaitu kampung Padawaras dan Sirahdayeuh. Kampung dangka ini berfungsi sebagai wilayah penyangga atau buffer zone atas pengaruh dari luar. (Permana, 2001).
Salah satu pikukuh (ketentuan adat) masyarakat Baduy adalah memegang teguh tatali karuhun. Kepatuhan pada adat istiadat dengan konsep tanpa perubahan. Temasuk tanpa perubahan dalam sikap menjaga kelestarian alam dan merawat alam sekitar.
Dalam adat Baduy dikenal dengan ungkapan lojor teu beunang dipotong, pendek teu beunang disambung. Artinya panjang tidak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung. Hal ini memberi makna pada tatacara bercocok tanam yang tak boleh merubah kontur tanah, semisal membuat sengkedan atau terasiring.